Puisi-Puisi Amir Hamzah
Sebab Dikau
Kasihkan hidup sebab dikau
segala kuntum mengoyak kepak
membunga cinta dalam hatiku
mewangi sari dalam jantungku
Hidup seperti mimpi
laku lakon di layar terkelar
aku pemimpi lagi penari
sedar siuman bertukar-tukar
Maka merupa di datar layar
wayang warna menayang rasa
kalbu rindu turut mengikut
dua sukma esa-mesra -
Aku boneka engkau boneka
penghibur dalang mengatur tembang
di layar kembang bertukar pandang
hanya selagu, sepanjang dendang
Golek gemilang ditukarnya pula
aku engkau di kotak terletak
laku boneka engkau boneka
penyenang dalang mengarak sajak.
Amir Hamzah
Padamu Jua
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku gila, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu bukan giliranku
Mati hari – bukan kawanku ...
Amir Hamzah
Barangkali
Engkau yang lena dalam hatiku
Akasa swarga nipis-tipis
Yang besar terangkum dunia
kecil terlindung alis
Kujunjung di atas hulu
Kupuji di pucuk lidah
Kupangku di lengan lagu
Kudaduhkan di selendang dendang
Bangkit Gunung
Buka mata-mutira-mu
Sentuh kecapi lirdusi
Dengan jarimu menirus halus
Biar siuman dewi-nyanyi
Gambuh asmara lurus lampai
Lemah ramping melidah api
Halus harum mengasap keramat
Mari menari dara asmara
Biar terdengar swara swarna
Barangkali mati di pantai hati
Gelombang kenang membanting diri
Amir Hamzah
Hanyut Aku
Hanyut aku, kekasihku!
Hanyut aku
Ulurkan tanganmu, tolong aku.
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin
tiada air menolak ngelak
Dahagaku kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku sebabkan diammu.
Langit menyerkap, air berrepas tangan, aku tenggelam. Tenggelam dalam malam.
air diatas mendidih keras.
Bumi didawah menolak keatas.
Mati aku, kekasihku, mati aku!
Amir Hamzah
Terbuka Bunga
Terbuka bunga dalam hati!
Kembang rindang disentuh bibir-kesturi-mu.
Melayah-layah mengintip restu senyumanmu
Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah bunga lampau, kekasihku.
Bunga sunting-hati-ku, dalam masa mengembara menanda dakau.
Kekasihku! inikah bunga sejati yang tiadakan
layu?
Amir Hamzah
Semua puisi di atas diambil dari antologi Nyanyi Sunyi (Amir Hamzah)
AMIR HAMZAH lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Utara, pada 28 Februari 1911 dan meninggal dunia pada 20 Maret 1946 di Kuala Begumit, Binjai. Nama lengkapnya adalah Tengku Amir Hamzah Pangeran Indrapura yang kemudian disingkat menjadi Tengku Amir Hamzah. Nama Amir Hamzah diberikan oleh sang ayah karena kekagumannya kepada Hikayat Amir Hamzah.
Amir Hamzah mewariskan dua buah kumpulan sajak karangannya, iaitu Buah Rindu dan Nyanyi Sunyi.Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan, banyak pengamat yang menilai bahwa Nyanyi Sunyi bukan hanya merupakan puncak pencapaian kreatif Amir Hamzah, namun juga menjadi salah satu puncak bagi kepenyairan Indonesia. Antologi puisi Nyanyi Sunyi menjadi pemula bagi sajak-sajak kemudian yang membahasakan kesunyian.
Kumpulan sajak Amir Hamzah yang lain, yaitu Buah Rindu, sebenarnya cenderung merupakan semacam catatan biografi. Meskipun buku kumpulan puisi ini terbit terkemudian dibanding Nyanyi Sunyi, namun proses penulisannya lebih dahulu dibanding puisi-puisi pada Nyanyi Sunyi. Sajak-sajak dalam kumpulan puisi Nyanyi Sunyi adalah sajak-sajak yang lebih melukiskan perjuangan dalaman sang penyair. Melalui Nyanyi Sunyi itulah kehidupan menjadi semacam ruang falsafah yang sunyi.
Para peneliti dan kritikus sastera yang menyimpulkan dua hal tentang bahasa puisi Amir Hamzah. Di satu sisi, ia seolah-olah terikat pada bahasa Melayu, namun di sisi lain Amir Hamzah juga sangat bebas ketika memasukkan beberapa kata yang berasal dari bahasa Jawa, Kawi, atau Sanskrit. Ketika membaca sajak-sajak Amir Hamzah, pembaca akan menemui beberapa kata yang bukan berasal dari bahasa Melayu, misalnya dewangga, dewala, sura, prawira, estu, ningrum, padma, cendera, daksina, purwa, jampi, sekar, alas, maskumambang, dan lain sebagainya.
Amir Hamzah mewariskan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa, dan 1 prosa terjemahan. Jumlah keseluruhan karya itu adalah 160 tulisan. Jumlah karya tersebut masih ditambah dengan Setanggi Timur yang merupakan puisi terjemahan, dan terjemahan Bhagawat Gita.
good sharing...
ReplyDelete