Letusan Kelud

Letusan Gunung Kelud. Selepas kejadian Gunung Sinabung meletus baru-baru ini, satu lagi gunung berapi di Indonesia meletus dan memuntahkan laharnya. Gunung Kelud yang terletak di wilayah Kediri di Jawa Timur mula meletus pada pukul 10.50 malam (waktu Indonesia Barat). Kejadian itu disahkan oleh Ketua Pelaksana Bidang Pengamanan dan Penyelidikan Gunung Api, Kediri, Indonesia, Gede Suartika.Gunung setinggi 1,731 meter itu telah meragut 15 ribu nyawa sejak 1500. Letusan pada tahun 1568 telah meragut 10 ribu nyawa. Ia adalah satu daripada 130 gunung berapi yang masih aktif di Indonesia dimana ia terletak dalam lingkaran gunung berapi sekitar Lautan Pasifik.

Apa yang terjadi adalah peringatan Allah kepada kita. 
Marilah kita merenung seketika bagaimana segalaanya terjadi sebagai iktibar dan pedoman untuk kita.



Dentuman dan Kilat Iringi Letusan Kelud

TEMPO.CO, Kediri - Hanya berselang satu jam setelah penetapan status Awas, Gunung Kelud di Kabupaten Kediri, Jawa Timur mengalami erupsi. Letusan kali ini terasa sangat kuat dengan kilatan dan dentuman yang terjadi berulang kali. (Baca: Hujan Kerikil di Kediri)

Juru bicara Pemerintah Kabupaten Kediri Edy Purwanto mengatakan setelah ditetapkan status Awas pada pukul 21.50 WIB, Gunung Kelud mengalami letusan pada pukul 22.50 WIB. "Ini cepat sekali," kata Edy kepada Tempo, Kamis 13 Februari 2014.

Menurut dia, erupsi kali ini sangat mencekam karena terjadi pada malam hari dan disertai lemparan material padat berupa kerikil dan pasir. Dentuman serta kilatan yang berasal dari puncak Kelud menambah suasana pengungsian menjadi mencekam. Saat ini petugas masih berusaha melakukan evakuasi warga yang berada di radius 10 kilometer dari puncak Kelud.

Saat ini para pengungsi dari tiga desa yakni Sugihwaras, Sempu, dan Babadan sudah berkumpul di tempat-tempat pengungsian di Kecamatan Wates. Mereka berdiam di gereja, balai desa, dan gedung sekolah yang sudah dipersiapkan sebagai tempat mengungsi.

Warga telah merasakan Gunung Kelud meletus. berbagai saksi mata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho menyatakan status Gunung Kelud menjadi Awas atau Siaga IV. "Radius ditetapkan 10 kilometer dari puncak kawah Gunung Kelud," kata Sutopo saat dihubungi, Kamis 13 Februari 2014.

Sutopo menuturkan naiknya status Gunung Kelud ke Siaga IV berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. "Adanya peningkatan instrumental dari aktivitas vulkanis, seismisitas, dan pengamatan visual dari Gunung Kelud," kata dia.

Dengan naiknya status Gunung Kelud, Sutopo melanjutkan, pihaknya langsung berkoordinasi dengan PVMBG, Pemerintah Daerah Blitar, Kediri, dan Malang. "Ada sekitar 200 ribu jiwa lebih masyarakat dari 36 desa yang tinggal dalam radius 10 kilometer," ujar Sutopo.

Sejarah kegunungapian di Indonesia mencatat letusan Gunung Kelud yang berada di persimpangan wilayah Kabupaten Kediri, Blitar, dan Malang tak pernah kecil. Bahkan sejak tahun 1000 hingga abad 20 gunung ini telah meletus sebanyak enam kali dengan jumlah korban jiwa yang cukup besar.

Berdasarkan Data pusat informasi di Pos Pemantauan Gunung Kelud di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri menyebutkan letusan yang terjadi pada tahun 1586 telah menewaskan sedikitnya 10.000 jiwa. Jumlah tersebut adalah terbesar dalam sejarah letusan Gunung Kelud.



Abu Kelud Landa Surabaya, Sidoarjo dan Pasuruan

TEMPO.CO, Jakarta -Hujan abu Gunung Kelud juga melanda sejumlah kawasan di pinggiran utara pesisir Jawa Timur di antaranya Surabaya, Sidoarjo, dan Pasuruan, Jumat dinihari, 14 Faebruari 2014. Pantauan Tempo di sepanjang jalan di tiga daerah tersebut, abu mengguyur tipis seperti embun.

Tempo merasakan sendiri guyuran abu tipis tersebut di sepanjang jalan dari Surabaya, Sidoarjo hingga Pasuruan. Mata akan terasa pedih karena abu masuk ke mata ketika kaca helm dibuka di dalam perjalanan menuju Malang.

Kap-kap mobil yang berseliweran di sepanjang jalan kotor oleh abu Kelud ini. Banyak mobil berhenti sejenak di pom-pom bensin di sepanjang Jalan Raya Gempol untuk membersihkan kaca mobilnya dengan air yang diambil dari pom bensin.

"Seperti habis rally Paris Dakkar. Debunya tebal di kaca," kata Budi seorang pengemudi mobil dengan plat nomer Surabaya di SPBU di Gempol. Budi bersama seorang temannya hendak pergi ke Surabaya dari Malang.

"Abu dari malang sampai sini," katanya. Hal yang sama juga dikatakan Suri, seorang pengendara sepeda motor yang ditemui Tempo di Jalan Raya Porong. "Mata pedih mas terkena abu Kelud," kata Suri kepada Tempo.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho menyatakan status Gunung Kelud menjadi Awas atau Siaga IV. Status itu dikeluarkan pukul 21.15. Namun kurang dari dua jam sejak status dinaikkan, Gunung Kelud mengeluarkan material vulkanik.


SURYA / AHMAD ZAIMUL HAQ

SURYA / HAYU YUDHA PRABOWO


Kelud Melemah, Waspadai Lahar Hujan
Minggu, 16 Februari 2014 | 09:01 WIB

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
 Abu vulkanik dari Gunung Kelud menyelimuti permukiman dan lahan pertanian warga di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (15/2). Hingga saat ini proses evakuasi warga masih terus dilakukan dengan penyisiran ke rumah-rumah penduduk.


KEDIRI, KOMPAS.com — Aktivitas vulkanik Gunung Kelud di Jawa Timur, Sabtu (15/2), terpantau kian menurun meskipun belum stabil. Warga diminta mewaspadai potensi banjir lahar hujan dan abu vulkanik yang diguyur hujan. Hingga kemarin, empat orang meninggal karena sesak napas.

”Aktivitas vulkanik tak sebesar dua hari terakhir. Namun, statusnya masih Awas dan tetap diberlakukan zona larangan 10 kilometer dari puncak,” ujar Kepala Pusat Badan Geologi Kementerian ESDM Surono, di Kediri, Sabtu.

Perhitungan itu berdasarkan beberapa indikator. Pemantauan pada pukul 06.00-12.00 terlihat asap putih keabuan setinggi 500-1.000 meter. Sehari sebelumnya mencapai 17.000 meter. Tingkat kegempaan pun menurun. Jika sebelumnya tremor menerus dengan amplitudo maksimum 10-15 milimeter, saat ini hanya 6 mm.

Meski aktivitas vulkanik menurun, Surono berharap masyarakat mewaspadai banjir lahar hujan (bukan lahar dingin). ”Hindari sungai saat hujan deras. Banyak material letusan terendap,” ujarnya. Kelud diperkirakan sudah memuntahkan 125 juta meter kubik material vulkanik. Sebagian besar tertampung di sungai di sekitar Kelud, seperti Sungai Badak dan Sungai Kuning.

Potensi lahar hujan makin besar di sekitar Kelud karena selain abu vulkanik juga ada tumbukan material padat berbagai ukuran, termasuk bongkahan batu besar. Abu bisa jadi penggelincir yang baik sehingga bongkah-bongkah batu besar itu mengalir ke tempat- tempat lebih rendah. ”Masyarakat di bantaran sungai harus hati-hati,” kata Surono.

Potensi lahar hujan bisa terjadi di semua daerah yang kini tertimpa abu vulkanik. Ketebalan abu pada radius 10 km mencapai puluhan sentimeter. Di kawasan Plosoklaten, Sugihwaras, Kediri —radius 8 km dari puncak Kelud —misalnya, abu vulkanik tebal bercampur kerikil. Kondisi serupa menyebar hingga Ngantang, Kabupaten Malang.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Hendrasto mengatakan, selain banjir lahar hujan, potensi awan panas juga ada. Namun, berdasarkan pengalaman, awan panas hanya akan mencapai jarak maksimal 10 km dari kawah saat terjadi letusan besar.

Bersihkan abu

Abu vulkanik letusan Kelud harus segera dibersihkan untuk mengurangi risiko. ”Pukul empat pagi setelah letusan, sebagian masyarakat mulai membersihkan abu vulkanik di rumah,” kata Sutrisno, Direktur Perkumpulan Komunitas Pecinta Alam Pemerhati Lingkungan Indonesia (Kappala), LSM pengurangan risiko bencana di Gunung Kelud.

Masyarakat sekitar terbiasa membersihkan abu vulkanik di atap rumah menggunakan tempurung kelapa yang dihubungkan dengan galah panjang. Karena tempurung kelapa sulit didapat, masyarakat mengganti dengan kaleng bekas. Namun, abu dibiarkan menumpuk di tanah.

”Abu di atap rumah harus segera dibersihkan sebelum hujan turun,” kata Surono. Abu yang terkena air akan mengeras, mirip campuran semen dan air. Itu membuat ambruk atap dan merobohkan dinding rumah yang tidak didesain menyangga beban terlalu berat.

Di Kabupaten Malang, empat orang meninggal karena sesak napas dan tertimpa tembok yang tak kuat menahan abu vulkanik. Keempatnya warga Desa Pandansari, Ngantang, 8 km dari puncak Kelud.

Di sana ketebalan abu vulkanik bercampur pasir lebih dari 10 cm. Kondisi desa seperti kampung mati. Sejumlah rumah roboh, termasuk bangunan sekolah. Warga yang bertahan akhirnya bersedia dievakuasi kemarin.

Pembersihan juga perlu pada atap fasilitas umum, seperti sekolah, tempat ibadah, fasilitas kesehatan, dan perkantoran. Pembersihan fasilitas umum itu dapat dilakukan TNI dan Polri.

Kemarin, abu tebal yang melumpuhkan jalur Malang-Kediri mulai bisa ditembus kendaraan bermotor. Sebelumnya, jalanan itu licin dan sangat berdebu. Abu dibersihkan aparat TNI secara manual dan dengan alat berat.

Di Surabaya, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Ahmad Sukardi mengatakan, pihaknya sudah mengirim motor grader, traktor dengan lempeng besi di bagian tengah untuk meratakan tanah. Tiga grader untuk Malang dan lima grader untuk Kediri.

Selain motor grader, disediakan traktor loader (pengeruk abu ke bak truk pengangkut) dan dump truck. Kediri dan Malang menjadi daerah prioritas.

Cegah masalah lain

Direktur Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”, Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno mengatakan, pembersihan abu vulkanik jangan asal-asalan. Tumpukan abu vulkanik di pinggir jalan dan banyak tempat harus ditangani pemerintah. Tanpa manajemen baik, pembersihan itu justru menimbulkan masalah lain.

Abu tebal di sejumlah tempat dibersihkan dengan sekop lalu diangkut kendaraan dan ditampung di tempat lain. Abu beterbangan dan berisiko mengganggu kesehatan.

Di daerah lain dengan abu tipis, pembersihan dengan disemprot air. Akibatnya, gorong- gorong mampat dan memicu sedimentasi sungai.

”Abu vulkanik harus dikelola baik, bisa untuk bahan bangunan, campuran beton, bahan uruk, dan media tanam. Kandungan haranya tinggi,” katanya.

Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, yang juga dokter spesialis paru, Tjandra Yoga Aditama, abu vulkanik memicu gangguan pernapasan. Dampaknya lebih serius dibandingkan debu biasa karena abu vulkanik mengandung senyawa logam dan semilogam: silika, natrium, kalium, dan kalsium.

Abu vulkanik menimbulkan iritasi mata. Mata terasa pedih, merah, dan berair. Pengguna lensa kontak diminta melepasnya untuk menghindari penumpukan abu di bawah lensa. Abu vulkanik juga menimbulkan gangguan saluran cerna dan memicu diare. Pada kondisi panas dan berangin, abu mudah tersebar, menempel pada makanan.

Bagi petani, abu vulkanik, pasir, dan kerikil merusak tanaman sayur, seperti di Kecamatan Wates dan Ngancar, Kediri. Di Desa Sugihwaras, nanas, cabai, dan tomat rusak.



Hujan Abu di Jogjakarta

Sejarah letusan Gunung Kelud

Letusan Gunung Kelud selama 100 tahun terakhir cenderung berupa letusan besar dan berlangsung sebentar, kecuali letusan pada 2007, demikian pendapat seorang ahli gunung berapi.

"Biasanya letusan Kelud paling lama dua hari, tetapi material yang dilontarkan lebih dari 100 juta meter kubik," kata Surono, ahli gunung berapi, kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Jumat (14/02) siang.

Menurutnya, letusan Gunung Kelud pada Kamis (13/02) malam, yang telah melemparkan materialnya hingga ketinggian 17km, merupakan ciri khas letusan Kelud selama 100 tahun terakhir.

"Artinya, letusan Kelud kembali eksplosif seperti ciri khas dia selama 100 tahun, kecuali tahun 2007," kata Surono.

Ledakan pada 2007, menurutnya, tidak bersifat eksplosif dan cuma membentuk kubah lava di dalam danau kawahnya.

Dia mengatakan, kubah lava itulah yang kemudian dimuntahkan pada ledakan pada Kamis malam.

Berikut sejarah ledakan gunung Kelud semenjak awal 1901 hingga 2007 lalu, seperti disarikan dari wawancara dengan Surono:

Letusan 1901

Letusan terjadi tengah malam, 22-23 Mei 1901, selama sekitar dua jam dan meningkat pada pukul tiga pagi. Awan panas menyerang wilayah Kediri. Bunyi letusan terdengar sampai Pekalongan, sementara hujan abu menyampai Sukabumi dan Bogor. Korban jiwa dilaporkan cukup banyak, tetapi angka pasti tidak tercatat.

Letusan 1919

Sedikitnya 5160 orang menjadi korban jiwa akibat letusan gunung Kelud pada tengah malam, 20 Mei 1919 yang disebut terbesar dalam abad 20. Letusan ini snagat keras sehingga dentumannya terdengar sampai Kalimantan. Hujan batu cukup lebat dan sebgaian atap rumah hancur, dan hujan abu mencapai Bali. Kota Blitar dilaporkan mengalami kehancuran akibat letusan ini.

Ledakan 1951

Letusan terjadi pada pukul 06.15 pagi pada 31 Agustus 1951 yang menyebabkan tujuh orang tewas dan meulai 157 orang. Setidaknya terdengar empat dentuman keras akibat letusan ini. Hujan batu yang sebagian sebesar buah mangga menerpa sebagian wilayah Margomulyo. Hujan abu terjadi selama sekitar satu jam dan mencapai kota Bandung, Jabar.

Ledakan 1966

Terjadi pada 26 April 1966 pukul 20.15 WIB, letusan ini diwarnai luapan lahar di sejumlah sungai di sekitarnya. Sedikitnya 210 orang tewas akibat letusan ini.

Ledakan 1990

Letusan terjadi secara beruntun pada 10 Februari 1990. Letusan yang terjadi belakangan lebih besar. Letusan utama disertai awan panas sejauh 5km dari kawah. Daerah yang rusak tidak terlalu luas, namun sebaran abu jauh lebih luas dan diperkirakan mencapai luasan 1700km persegi. Sekitar 500 rumah rusak akibat tertimpa hujan abu. Korban jiwa sekitar 32 orang.

Ledakan 2007

Kali ini letusan gunung Kelud tidak eksplosif seperti sebelumnya, melainkan kemunculan kubah lava yang besar di kawah Kelud. Kubah itu terus tumbuh sejak 5 November 2007 hingga berukuran selebar 100meter. Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan munculnya asap tebal putih dari tengah danau kawah diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus "tumbuh" hingga berukuran selebar 100 m.

Comments

Post a Comment